Mubahalah berasal dari kata bahalahu mubahalatan yaitu seseorang
melaknat yang lainnya. Ibtahala Ilallah berarti tunduk kepada Allah.
Sedangkan bahalahu bahlan berarti melaknatnya. Diantaranya perkataan Abu
Bakar,”Barangsiapa yang memegang perkara manusia sedikit saja lalu dia
tidak memberikan kitab Allah kepada mereka maka dia akan mendapatkan
laknat Allah.” Sedangkan bahala ba’dhuhum ba’dhon berarti mereka
berkumpul saling berdoa meminta diturunkan laknat Allah kepada orang
yang zhalim diantara mereka… Dan makna didalam istilah syariah tidaklah
keluar dari makna bahasa diatas.
Tanggal 24
Dzulhijjah yang dalam penanggalan Islam dikenal dengan Hari Mubahalah.
Hari dimana pendeta-pendeta Nasrani datang untuk bersumpah dengan Nabi
Muhammad Saw untuk membuktikan mana yang paling benar.
Ibnu ‘Abidin mengatakan bahwa mubahalah bermakna mula’anah (saling
melaknat) ini disyariatkan pada masa kita. Pada asalnya mubahalah ini
terdapat didalam firman Allah :
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ
خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٥٩)الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (٦٠)فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا
وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ
ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (٦١)
Artinya : “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah
seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian
Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah
Dia. (apa yang telah Kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang
dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang
ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu
(yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan
isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita
bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Al Imran : 59 – 61)
Ayat ini turun disebabkan adanya utusan dari Najran yang bertemu Nabi
saw dan bertanya kepada beliau saw tentang Isa. Mereka
mengatakan,”Setiap anak Adam memiliki ayah. Bagaimana dengan Isa yang
tidak memiliki ayah?
Terdapat riwayat bahwa tatkala Nabi saw mengajak seorang uskup Najran
dan pemimpin Nasrani kepada Islam mereka mengatakan,”Sesungguhnya kami
telah muslim sebelum kamu.’ Nabi saw bersabda,”Kalian bohong. Tiga hal
yang menghalangi kalian berdua dari islam :
- Perkataan kalian : “Allah mengambil seorang anak”
- Sujud kalian kepada salib.
- Makanan kalian adalah babi.’
Mereka berkata,”Siapakah ayahnya Isa? .. lalu Allah turunkan ayat
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِندَ اللّهِ كَمَثَلِ hingga firman-Nya فَنَجْعَل
لَّعْنَةُ اللّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ . Lalu Nabi saw mengajak mereka
untuk bermubahalah. Sebagian mereka mengatakan kepada sebagian
lainnya,”Jika kalian melakukan maka bukit ini akan menjadi perapian yang
membakar kalian. Maka sesungguhnya Muhammad adalah Nabi yang diutus dan
sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa dia (Muhammad) datang kepada
kalian dengan sesuatu yang rinci tentang Isa.” Mereka berkata,”Apa yang
kamu tawarkan kepada kami selain ini (mubahalah, pen)?’ Beliau saw
menjawab,”masuk islam, jizyah atau perang.” Maka mereka pun menetapkan
untuk membayar jizyah lalu kembali ke negeri mereka.. (Al Mausu’ah Al
Fiqhiyah juz II hal 13128 – 13129)
Sebagaimana pengertian mubahalah diatas dapat diketahui bahwa
mubahalah dilakukan diantara dua pihak yang berselisih yang
masing-masingnya berdoa kepada Allah swt dengan sungguh-sungguh agar
Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang zhalim atau berdusta diantara
mereka. Hukum mubahalah Al-Jawaz (diperbolehkan) dan disyari’atkan ketika tampak
kejelasan hujjah atas orang yang membantah, dan nampak jelas rusaknya
tuduhannya. Apabila tidak mengakui dan tidak mau ikut, maka boleh
mengajaknya kepada mubahalah.
Dan jika kita melihat kepada sebab turunnya ayat tentang mubahalah diatas bahwa hal itu terjadi antara Rasulullah saw dengan orang-orang Nasrani dari Najran untuk menghilangkan syubhat yang mereka lontarkan terhadap perkara Nabi Isa as. Untuk itu diperbolehkan bagi seorang muslim melakukan mubahalah terhadap orang-orang kafir, musyrik, ahli bid’ah dan sejenisnya. Namun mubahalah ini hedaklah dilakukan setelah dirinya mengemukakan argumentasi dan bukti yang jelas, menasehati bahkan memberkan peringatan kepadanya dan dia melihat bahwa itu semua tidaklah bermanfaat sedikit pun baginya.
Adapun mubahalah, untuk melakukannya dan orang-orangnya hendaknya dari
orang-orang yang mendalam ilmunya dan sepadan.
.
Wallahu A’lam
sumber:
khutbah Jum'at 11 Mei 2012 di Masjid Nuruttaqwa UPN Jogja
0 komentar:
Posting Komentar