Sabtu, 31 Maret 2012

berapapun yang berpangkat noL hasiLnya adaLah 1


berikut ini contoh-contohnya:

  















contoh Lainnya: downLoad

kecuaLi dengan angka noL sendiri :)

apakah (x^2 + y^2)^1/2 = x + y...???

apakah (x^2 + y^2)^1/2 = x + y...???

itu pertanyaan baru aja waktu ngerjain kaLkuLus-3 di kampus..
ada teman yang biLang itu adaLah sama, tapi aku biLang beda..

aLasan temanku:

(x^2 + y^2)^1/2 bisa disederhanakan menjadi [(x^2)^1/2] + [(y^2)^1/2] menjadi x + y

ini aLasanku..

x dan y aku misaLkan dengan angka, jadi:
misaL x = 3, sedang y = 4

sehingga (x^2 + y^2)^1/2 = (3^2 + 4^2)^1/2 = (9 + 16)^1/2 = 25^1/2 = 5
apakah sama dengan 3 + 4 = 7..??
5 dan 7 adaLah tidak sama
jadi kesimpuLan dariku (x^2 + y^2)^1/2 tidak sama dengan (x + y)

emang kaLo gak teLiti kadang bisa saLah..
aku pun juga sering gak teLiti..hehe

aLternate way to change your facebook theme (for MoziLLa Firefox) :)

are you bored with facebook appearance?
try this aLternate way to make your facebook by your own styLe..

try this foLLowing steps:
1. downLoad STYLISH add-on: downLoad
2. instaLL it
3. go to http://userstyles.org/styles/browse/facebook
4. that Link is just an aLternate Link to custom our facebook

ps: this theme for onLy your seLf-Look on your PC or Laptop browser (moziLLa firefox)..

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

bosan dengan tampiLan facebook yang sekarang?
coba cara di bawah ini untuk membuat facebookmu sesuai seLera..

ikuti Langkah2 berikut ini:
1. unduh add-on STYLISH di: downLoad
2. instaLL
3. buka web http://userstyles.org/styles/browse/facebook
4. Link di atas saLah satu aLternatif untuk mengganti tampiLan facebook

nb: tema facebook ini cuma untuk kita Lihat sendiri, jadi kaLo teman kita Liat facebook kita ya sama aja tampiLan biasa..

Jumat, 30 Maret 2012

Sejarah Sidoarjo (Bab IV - JALAN LEMPANG KE SIDOARJO bagian-III)

Lanjut...

Komunikasi semacam ini, sebenarnya tidak hanya terjadi di Sidoarjo. Kongres Jong Java pada 3-5 Oktober 1908 di Yogyakarta, adalah contohnya. Bagaimana semangat dan sikap kaum maju dalam akhir dekade pertama Indonesia saat itu, dapat diamati selama kongres tersebut. Sangat menonjol jenis nasionalisme pertemuan itu ialah etnosentrisme.

Berbagai golongan yang ada di Sidoarjo, antara lain golongan bangsawan, golongan aristokrasi, dokter, guru, siswa dari berbagai sekolah seakan menjadi satu dalam semangat yang sama. Ini semua memberikan makna, bahwa tidak lagi dipatuhi aturan feodal dan ada komunikasi lebih bebas.

Di sini, kita melihat tanda-tanda permulaan dari demokrasi. Dari substansi pembicaraan terbukti perhatian mereka luas, mencakup kesejahteraan kehidupan rakyat dan bagaimana mereka menyikapi kebudayaan Barat. Dalam skala nasional, peristiwa yang menarik adalah pidato Soetomo; dialog antara dokter Tjipto Mangunkoesoemo dan dokter Radjiman Wedyodiningrat.

Dokter Soetomo mengutarakan keadaan negerinya yang serba terbelakang di berbagai bidang, antara lain bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, peternakan, perumahan, dan sebagainya.

Pidato itu mencakup berbagai segi kehidupan rakyat yang sangat komprehensif, tetapi tidak disinggung masalah politik, diskriminasi sosial dan serba tertinggal dalam tingkat pendidikan.

Sesuai dengan tingkat kepri-yayiannya, dokter Soetomo tidak melancarkan kritik terhadap pihak kolonial, masih jauh dari retorik serta diskusi yang diungkapkan Bung Karno. Sementara Dokter Tjipto Mangunkoesoemo lebih progresif. Bahwa kemajuan dapat dicapai dengan menerima dan menyikapi positif proses westernisasi terutama dalam segi teknologinya.

Sebagai visi alternatif, Dokter Radjiman Wedyodiningrat mengutarakan bahwa mungkin lebih baik tetap bersifat konservatif dalam menghadapi westernisasi. Bangsa Indonesia telah memiliki kultur atau peradaban sendiri, lebih-lebih dengan perbendaharaan yang cukup kaya raya, khususnya dalam hal ini pembicara merujuk kepada kesenian dan Kesusastraan Jawa. Radjiman lebih condong mempertahankan kebudayaannya sendiri serta berhati-hati dalam menerima kebudayaan Barat. Sedang dokter Tjipto Mangoenkoesoemo lebih cenderung menerima westernisasi terutama yang dimaksud bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.

Rupanya, pada zaman itu kolonialisme semakin kuat sistem dominasinya sehubungan dengan ancaman Perang Dunia II serta ancaman ekspansi Jepang. Pidato-pidato Soekarno semakin lebih tegas menyerang kolonialisme dan imperialismenya negara Barat.

Nyatanya, nasionalisme Indonesia pada fase-fase perkembangannya merupakan reaksi sesuai dengan zeitgeist. Dalam menghadapi modernisasi lewat westernisasi oleh para kaum maju, jelas disadari bahwa tidak ada jalan lain daripada mengutamakan edukasi menurut sistem Barat. Berlangsunglah sistem pendidikan semacam itu di Jawa, dan juga Sidoarjo.

Mobilitas penduduk ini tidak bisa total ketika pemuda akhirnya mengetahui apa motif asli Jepang datang ke tanah air. 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu. Sehingga Kaigun, Tentara Laut Jepang, yang berada di sekitar Delta Brantas pusatnya di ujung Surabaya, dengan sembunyi-sembunyi menyerahkan senjatanya kepada pemuda-pemuda kita.

Proklamasi dikumandangkan dwitungal Soekarno-Hatta. Yang patut dicacat adalah bulan-bulan berat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, yaitu ketika Belanda yang membonceng kedatangan Sekutu kembali menduduki Sidoarjo.

Sepenggal kisah yang tercatat, ketika Belanda sampai di kawasan Gedangan, Bupati memindahkan tempat pemerintahan kabupaten ke Porong. Hingga 24 Desember 1946, Belanda benar-benar menyerang kota dari jurusan Tulangan. Dalam hitungan jam, Sidoarjo jatuh ketangan Belanda. Segenap jajaran pemerintahan Kabupaten Sidoarjo terpaksa mengungsi ke sekitar Jombang.

Sejak saat itu, Sidoarjo dibawah pemerintahan Recomba. hingga tahun 1949. Di akhir tahun 1948, bukan saja karena Republik yang masih usia balita itu harus menghadapi musuh di depan (Belanda) tetapi juga ditusuk dari belakang oleh anak bangsa sendiri, yaitu kelompok komunis (PKI) pimpinan Muso yang mendalangi peristiwa (kudeta) Madiun pada pertengahan September 1948.

Klimaksnya ialah terjadinya serangan (agresi) militer Belanda kedua pada 19 Desember 1948. Akibatnya nyaris fatal. Ibu kota Republik, Yogyakarta, diduduki Belanda, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta sejumlah menteri yang berada di ibu kota ditangkap.

Sejak itu, Belanda menganggap Republik sudah tamat riwayat-nya.Akan tetapi, kemenangan militernya itu hanya bersifat sementara. Walaupun ibu kota Yogya jatuh ke tangan Belanda, serta berhasil menawan Soekarno-Hatta dengan sejumlah menteri, nyatanya Republik tidak pernah bubar.

Suatu titik balik yang tak terduga oleh Belanda datang secara hampir serentak dari dua jurusan. Pertama, dari Yogya dan kedua dari Bukittinggi di Sumatera. Beberapa jam sebelum kejatuhan Yogya, sebuah sidang darurat kabinet berhasil mengambil keputusan historis yang amat penting: Presiden dan Wakil Presiden membe-rikan mandat Mr Sjafruddin Prawira-negara untuk membentuk Pemerintah-an Darurat RI di Sumatera.

Jika ikhtiar ini gagal, mandat diserahkan kepada Dr Soedarsono, Mr Maramis dan Palar untuk membentuk exile-government di New Delhi, India. Surat mandat tersebut kabarnya tidak sempat “dikawatkan” karena hubungan telekomunikasi keburu jatuh ke tangan Belanda. Namun, naskah-nya dalam bentuk ketikan sempat beredar di kalangan orang Republieken.

Kedua, sewaktu mengetahui via radio bahwa Yogya diserang, Mr Sjafruddin Prawiranegara waktu itu Menteri Kemakmuran yang sedang bertugas di Sumatera, segera mengumumkan berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.

Tindakannya itu mulanya bukan berdasarkan pada mandat yang dikirimkan Yogya, melainkan atas inisiatif spontan, Sjafruddin dengan pemimpin setempat, PDRI pada gilirannya dapat berperan sebagai pemerintah alternatif bagi Republik yang tengah menghadapi koma.

Sidoarjo pun menghadapi kondisi serupa. Namun, sebagaimana mereka yang jauh dari sentrum kekuasaan, di sini cuma bisa menunggu perkembangan. Perang tentu saja terjadi, yang mengubur darah segar para pribumi yang tiba-tiba jadi pejuang perbaik untuk bangsanya.

Pasca penyerahan kembali kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, R. Soeriadi Kertosoeprojo menjabat sebagai Bupati. Entah mengapa, pada periode ini muncul ‘pemberontakan daerah’ yang dilakukan oleh bekas kepala desa Tromposari, Kecamatan Jabon, Imam Sidjono alias Malik.

Dia memobilisasi dukungan dengan mengajak lurah-lurah untuk menggulingkan bupati. Dengan senjata bekas kepunyaan KNIL, gerombolan ini berhasil menguasai Gempol, Bangil, hingga Pandaan. Mereka juga gigih mengadakan infiltrasi ke seluruh sudut kabupaten. Sekitar pertengahan Mei 1951, perlawanan Malik sedikit demi sedikit berhasil diredam setelah ia tertangkap di Bangil. Operasi kontinyu dari aparat, akhirnya berhasil menangkap para pengikut Malik hingga keamanan berangsur kondusif lagi.

bab IV bersambung...

JEJAK SIDOARJO - DARI JENGGALA KE SURINAME

Template by:
Free Blog Templates